BABELTERKINI.COM, PANGKALPINANG – Perkembangan kasus dugaan korupsi di lingkungan dinas PUPR Babel menjadi topik hangat yang sulit ditampik keberadaanya. Betapa tidak, dari alur cerita atau kronologis awal diketahui dugaan korupsi ini memang cukup unik.
Dari beberapa sumber telah diberitakan bahwa kasus ini berawal dari beberapa ASN di lingkungan dinas PUPR yang mengembalikan uang yang diduga merupakan hasil dari tindak pidana korupsi. Salah satu media elektronik yang mengangkat topik ini adalah babelterkini.com
“Dari serangkaian info yang ada, saya coba memberikan analisis saya. Bukan bermaksud untuk memberikan intervensi kepada aparat penegak hukum, namun apabila kita telaah lebih dalam dengan menggunakan logika hukum saya pikir perkembangan perkara seharusnya dapat berjalan lebih cepat. Alasannya jelas karena minimal dua alat bukti yang wajib didapat penyelidik seharusnya sudah dikantongi. Terlebih ketika subjek hukum yang diduga sebagai pelaku tindak pidana korupsi ini sangat kooperatif, bahkan mereka melakukan pengembalian uang yang diduga hasil tindak pidana korupsi tersebut,” ungkap Ndaru Satrio SH MH, ahli hukum pidana Universitas Bangka Belitung, Rabu (15/9/2021).
Adapun alat bukti yang diminta, kata Ndaru, pastinya harus disesuaikan dengan keberadaan Pasal 183 KUHAP. Pasal ini menentukan pembuktian yang kita anut, yaitu negatief wettellijk.
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwa lah yang bersalah melakukannya.” Itulah bunyi dari Pasal 183 KUHAP.
“Cukup dua alat bukti saja yang didapat oleh penyelidik sebenarnya dapat dijadikan sebagai landasan untuk dapat menaikannya ke level selanjutnya,” tegasnya.
Dijelaskan Ndaru Satrio, Adapun beberapa alat bukti tersebut adalah (1) keterangan saksi; (2) keterangan ahli; (3) surat; (4) petunjuk; (5) keterangan terdakwa. Ketentuan alat bukti terdapat dalam Pasl 184 KUHAP.
“Coba kita jabarkan bersama dari telaah kronologi yang saya dapat dari beberapa media. Dari keterangan subjek hukum yang terlibat di dalam proyek dinas PUPR, alat bukti yang pertama dapat diambil. Dari keterangan seorang yang mengerti terkait unsur tindak pidana, penyelidik dapat memenuhi alat bukti yang kedua. Dari berkas hasil audit pihak yang berwenang melakukan audit keuangan dinas PUPR, penyelidik dapat memperoleh alat bukti yang ketiga. Dari hasil telaah perbuatan, kejadian serta situasi dengan keterangan saksi dan surat, penyelidik mendapatkan alat bukti surat. Dari meminta keterangan subjek hukum yang diduga sebagai pelaku tindak pidana korupsi, penyelidik memperoleh alat bukti keterangan terdakwa. Memang semua tahapan membutuhkan sebuah proses, akan tetapi saya pikir perkembangan kasus ini dapat berjalan lebih cepat karena tersedianya alat bukti yang dapat digunakan sebagai bukti permulaan penyelidik,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, penyidik Kejati Babel sejak beberapa minggu ini memeriksa dugaan Tipikor di Dinas PUPR Babel termasuk gratifikasi fee 20 persen tahun 2021. Bahkan, Selasa (14/9/2021), Kajati Babel, Darue Tri Sadono dengan tegas mengatakan pihaknya masih berkerja, masih komitmen dan Lilahi Ta’ala mengusut terus kasus tersebut. (red)