Jam Pidum Menyetujui Sembilan Pengajuan Restorative Justice

Foto: Ist
Foto: Ist

BABELTERKINI.COM, JAKARTA – Senin 01 Agustus 2022, Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jam Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 9 dari 10 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.

Ekspose yang dilakukan secara virtual dihadiri oleh Jam Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H. M.H., Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T.P. Oharda. Adapun 9 (sembilan) berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut: tersangka Vick F. Lekatompessy dari Kejaksaan Negeri Seram Bagian Barat yang disangka melanggar Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Tersangka Regina Nifanngilyau alias Gina dari Kejaksaan Negeri Seram Bagian Barat yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan. Tersangka Suroyo als Wowon bin Sukirno dari Kejaksaan Negeri Metro yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian. Tersangka Irvan Susanto bin Paino dari Kejaksaan Negeri Metro yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan. Tersangka I Budi Lestari bin Suronto, tersangka II Wanda Febriyanto bin Agus Sulis, tersangka III Faisal Fajri bin Asdadin, Tersangka IV Abdillah Tri Anggara bin Eko Hariyono, tersangka V Daniel Mahendra bin Haryanto dari Kejaksaan Negeri Metro yang disangka melanggar Pasal 480 ke- 1 jo. Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP tentang Penadahan. Tersangka Mas’ud bin Sudiman dari Kejaksaan Negeri Batam yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan. Tersangka Joni Randomgkir dari Kejaksaan Negeri Biak Numfor yang disangka melanggar Pasal 406 ayat (1) KUHP tentang Penghancuran/Perusakan Barang dan. Tersangka Hendra Akbar bin Husain dari Kejaksaan Negeri Buton yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian dan tersangka Dedi Hidayat alias La Dedi bin La Samanudin dari Kejaksaan Negeri Buton yang disangka melanggar Pasal 80 ayat (1) jo. Pasal 76 C Undang–undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Ada pun Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf, tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana. Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun dan tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.

Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi.

Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
Pertimbangan sosiologis, masyarakat merespon positif.

Sementara itu, satu berkas perkara atas nama tersangka Yesanto Nataleo Wujon alias Aris anak Petrus Trans Geta Wujon dari Kejaksaan Negeri Bengkayang yang disangka melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-3 dan ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan, tidak dikabulkan permohonan penghentian lenuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif dikarenakan perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh tersangka bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.

Selanjutnya, Jam Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (red)

Sumber: Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI