BABELTERKINI.COM, BELITUNG – Penegakan hukum di Kabupaten Belitung kembali dipertanyakan. Kasus dugaan perusakan Hutan Produksi (HP) di kawasan Gunung Tikus, Kecamatan Sijuk, menjadi potret buram bagaimana aparat penegak hukum khususnya Polres Belitung seolah tutup mata terhadap putusan pengadilan.
Sudah lebih dari sebulan sejak majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjungpandan secara tegas menetapkan sembilan tersangka baru dalam sidang lanjutan dengan terdakwa Difriandi alias Kudev dan Leo Sumarna alias Leo pada perkara perusakan hutan produksi (HP) Gunung Tikus pada 26 Maret 2025.
Namun hingga kini, Polres Belitung belum melakukan tindakan apapun. Tidak ada penahanan, tidak ada penyidikan, bahkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) pun belum diterbitkan. Diam. Beku. Seolah tidak pernah ada putusan hukum.
Kuasa hukum dua terdakwa yang sudah dijebloskan ke penjara, Difriandi alias Kudev dan Leo Sumarna alias Leo, geram. Wandi, SH, menyebut Polres Belitung secara terang-terangan mengabaikan hukum.
“Ini bukan kelalaian biasa. Ini pembangkangan terhadap putusan pengadilan,” tegasnya, Jumat (25/4/2025).
Ia menyebut, penanganan kasus ini sarat ketimpangan. Dua orang sudah divonis tiga tahun penjara. Tapi sembilan tersangka lainnya, termasuk tiga perusahaan yaitu, CV Jaya Belitung Abadi, PT Bina Argo Tani, dan PT APS masih bebas berkeliaran seolah kebal hukum.
“Enam orang dan tiga perusahaan dibiarkan bebas. Tidak ada upaya penyidikan. Tidak ada proses hukum. SPDP pun belum. Apa ini bukan bentuk pembiaran terstruktur?” ujar Wandi, yang memastikan akan membawa kasus ini ke Kompolnas, dan Divisi Propam Mabes Polri.
Parahnya, PT Bina Argo Tani yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh majelis hakim, hingga kini diduga masih tetap beroperasi tanpa hambatan. Wandi menuding, kliennya hanya dijadikan kambing hitam untuk menutupi keterlibatan aktor-aktor besar di balik perusakan hutan tersebut.
“Mereka dikorbankan. Sementara pelaku yang sebenarnya menikmati keuntungan, tidak tersentuh. Ini konspirasi diam-diam yang harus diungkap,” katanya.
Sementara itu, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Belitung, Riki, membenarkan bahwa pihaknya hingga kini masih menunggu diterbitkannya SPDP oleh penyidik Polres Belitung.
“Kami telah melaksanakan putusan hakim dan telah menyurati Polres Belitung agar segera menerbitkan SPDP terhadap para tersangka. Namun hingga kini belum ada tanggapan,” jelas Riki.
Ia menegaskan bahwa kewenangan jaksa hanya mencakup pelaksanaan putusan hakim, sedangkan proses penyidikan merupakan tanggung jawab kepolisian.
“Kami siap membawa perkara ini ke pengadilan begitu SPDP kami terima,” tambahnya.
Kapolres Belitung, AKBP Sarwo Edi, saat dikonfirmasi mengenai sembilan tersangka yang telah ditetapkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjungpandan, menyatakan bahwa pihaknya akan mendalami hal tersebut.
“Kita sudah P21. Untuk selanjutnya terkait putusan hakim akan kita dalami,” sebutnya.
Sebagai informasi, sembilan tersangka tersebut dijerat dengan Pasal 93 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, yang telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023. Mereka juga dikenakan ketentuan dalam Undang-Undang Cipta Kerja serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Penetapan status tersangka ini diumumkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjungpandan pada 26 Maret 2025.