BABELTERKINI.COM, BELITUNG – Eksekusi terhadap enam individu dan tiga perusahaan yang telah resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana kehutanan di Pengadilan Negeri Tanjungpandan sejak 26 Maret 2025, hingga kini belum juga dilakukan.
Keterlambatan ini memicu kegelisahan publik dan mempertajam dugaan kecurigaan terhadap komitmen aparat penegak hukum dalam menegakkan keadilan.
Mandeknya langkah aparat hukum memperkuat kesan ketidakseriusan dalam penegakan hukum, sekaligus menggerus kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan yang seharusnya menjunjung tinggi prinsip keadilan tanpa kompromi.
Menanggapi situasi ini, praktisi hukum asal Belitung, Ardiansyah, S.H., M.H., menyuarakan keprihatinannya. Ia menegaskan, keputusan hakim yang menetapkan enam orang dan tiga korporasi sebagai tersangka adalah sah, final, dan mengikat secara hukum.
“Penetapan itu sudah berkekuatan hukum tetap dan harus segera dieksekusi. Tidak ada ruang untuk negosiasi atau penundaan,” tegas Ardiansyah, Senin (28/4/2025).
Ardiansyah menjelaskan, putusan hakim didasarkan pada fakta persidangan, barang bukti yang sah, alat bukti yang memenuhi syarat, serta kesaksian yang memperkuat konstruksi hukum. Dengan demikian, seluruh proses telah memenuhi standar hukum yang berlaku, sehingga tidak ada lagi alasan untuk membiarkan para tersangka menghindar dari tanggung jawab.
“Hakim tidak mungkin sembarangan menetapkan tersangka. Semua fakta telah terbuka dengan jelas. Keraguan aparat hukum hanya akan menjadi bentuk pelecehan terhadap putusan pengadilan dan pengkhianatan terhadap rasa keadilan rakyat. Tidak ada pilihan lain, eksekusi harus dijalankan sekarang juga!” tandasnya.
Lebih lanjut, Ardiansyah mengingatkan bahwa lambannya eksekusi ini tidak hanya mencoreng kredibilitas aparat, tetapi juga membuka ruang spekulasi tentang kemungkinan adanya intervensi atau praktik ilegal di balik kasus ini.
“Masyarakat Belitung menanti tindakan nyata, bukan sekadar janji kosong. Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Jika kelalaian ini terus berlanjut, bukan hanya mencederai rasa keadilan, tetapi juga menciptakan preseden buruk yang akan merusak wajah penegakan hukum di Indonesia,” tutup Ardiansyah.