KPHL Belantu Mendanau Tegas Membantah Tuduhan “Sandiwara” dalam Penanganan Tambang Ilegal di Kawasan Hutan

BABELTERKINI.COM, BELITUNG – Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Belantu Mendanau dengan tegas membantah tuduhan tak berdasar yang menyebut adanya “sandiwara” dalam penanganan aktivitas tambang di kawasan hutan negara. Pernyataan tersebut dinilai tidak hanya menyesatkan, tetapi juga mencoreng integritas serta komitmen lembaga dalam menjaga kelestarian hutan, khususnya di kawasan Hutan Produksi Gunung Tikus, Desa Kacang Butor, Kecamatan Badau, Kabupaten Belitung.

“Kawasan ini merupakan bentang alam penting secara ekologis dan menjadi fokus utama pengawasan kami,” ujar Plt. Kepala KPHL Belantu Mendanau, Jookie Vebriansyah, didampingi Humas Agustiar alias Yoyon, Sabtu (14/6/25).

Disebutkan, luas kawasan hutan negara di Kabupaten Belitung mencapai sekitar 86 ribu hektare. Kawasan ini meliputi Hutan Lindung, Hutan Lindung Pantai, dan Hutan Produksi semuanya berada dalam tanggung jawab pengawasan KPHL, meski dengan sumber daya manusia yang sangat terbatas.

“Bayangkan, hanya tujuh orang Polisi Kehutanan harus mengawasi kawasan seluas itu. Tapi kami tetap menjalankan tugas dengan konsisten dan penuh tanggung jawab,” tegasnya.

Terkait spanduk larangan yang sempat dipersoalkan, pihak KPHL menegaskan bahwa pemasangan dilakukan saat kegiatan patroli di Hutan Produksi Gunung Tikus. Patroli tersebut merupakan tindak lanjut atas laporan dugaan pencurian kelapa sawit. Dalam patroli, tim juga menemukan adanya aktivitas penambangan timah menggunakan mesin robin di wilayah perbatasan antara kawasan hutan dan Areal Penggunaan Lain (APL).

“Waktu itu tidak ditemukan alat berat, dan para pelaku tambang diduga baru mulai beroperasi. Kami langsung memberikan imbauan agar menghentikan aktivitas tersebut karena melanggar hukum,” ungkap Jookie.

Spanduk yang dipasang berisi larangan berkebun dalam kawasan hutan, sebagai langkah preventif. Kebijakan ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) dan berdasarkan peta kawasan yang mengacu pada SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 6614 Tahun 2021.

Kebun sawit yang berada dalam kawasan tersebut diketahui milik PT Rebinmas Jaya. Dahulu area itu berada di luar kawasan hutan, namun setelah penetapan tata batas, masuk ke dalam Hutan Produksi. Karena sawit telah ditanam lebih dari lima tahun, pendekatan hukum dan teknis yang tepat sangat dibutuhkan.

“Kami tidak bisa bertindak gegabah. Salah langkah bisa memicu konflik sosial baru dan bertentangan dengan hukum,” jelasnya.

KPHL Belantu Mendanau juga menegaskan komitmen mereka untuk terus berkoordinasi dengan aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan, agar setiap tindakan yang diambil tetap sah, transparan, dan tidak menimbulkan gejolak sosial.

“Laporan masyarakat sangat kami hargai. Kontrol sosial adalah bagian dari pengawasan bersama terhadap sumber daya alam,” kata Agustiar.

KPHL juga mengajak masyarakat lebih peduli terhadap kawasan hutan. Menurut mereka, hutan bukanlah milik instansi tertentu, tetapi warisan ekologis yang harus dijaga bersama untuk generasi mendatang.

“Menjaga hutan adalah menjaga keberlangsungan hidup dan keseimbangan alam. Komitmen kami tidak berubah: mengawal, melindungi, dan merawat kawasan hutan negara di Belitung dari segala bentuk ancaman eksploitasi,” pungkas Jookie.(*)

error: Content is protected !!