Akibatnya, budaya literasi akan melemah, kemampuan memahami menjadi hilang, dan kedalaman analisis menjadi dangkal. Apabila terus dibiarkan, maka perguruan tinggi akan berubah menjadi tempat formal untuk mendapatkan gelar tanpa benar-benar menghasilkan lulusan yang berkompeten.
Namun, perlu digarisbawahi bahwa argumentasi dalam teks ini tidak berfokus pada penolakan penggunaan kecerdasan buatan tetapi menyoroti tentang ancaman yang timbul ketikan kecerdasan buatan dimanfaatkan secara berlebihan tanpa adanya kendali dan tanggung-jawab yang membatasi.
Sehingga menjadi ancaman yang dapat merusak kemampuan berpikir kritis bahkan moralitas mahasiswa terpelajar.
Oleh karena itu diperlukan respon yang tepat oleh perguruan tinggi dalam menanggapi permasalahan ini, agar penggunaan teknologi dapat membantu mengembangkan kualitas akademik. Perguruan tinggi dapat mulai menetapkan pedoman akademik terkait penggunaan AI, dan memperkuat literasi digital, serta merancang evaluasi pembelajaran yang menuntut analisis, refleksi, mahasiswa, sebagai upaya mempertahakan intelektual dan moral mereka.
Dengan demikian, diharapkan penggunaan teknologi kecerdasan buatan tak lagi menjadi ancaman yang mengendalikan cara berfikir mahasiswa tetapi sebagai tangga yang membantu mahasiswa dalam berproses menuju titik yang lebih tinggi.
Sumber: Veren Febriyana
NIM: 5122511063
Mata Kuliah: Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu: Wilda Afriani, S.S., M. Pd.
Prodi: S1 Ilmu Politik
Fakultas: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas: Bangka Belitung










