Meneror Kemerdekaan Pers

Penulis: Satyagraha

 

BABELTERKINI.COM – KEMERDEKAAN pers kembali menghadapi cobaan. Betapa tidak, hari gini, masih saja ada pihak yang menggunakan cara-cara kotor untuk mendeskreditkan, menyensor dan membungkam pers, upaya dikebiri agar tidak lagi kritis dengan menjalankan kewajiban terpentingnya dalam melakukan kontrol sosial yaitu fungsi public whatch dog atau penjaga kepentingan umum.

Atau pers harus melawan setiap penyalahgunaan dan setiap kekuasaan, mengenang setiap kebijakan yang bertentangan dengan kepentingan rakyat serta menyuarakan kepentingan kelompok kecil, rakyat tidak dapat menyuarakan kehendaknya.

Padahal, kerja jurnalisme adalah kerja dalam menghasilkan karya baik berupa tulisan, suara atau pun gambar. Dalam menghasilkan karya itu, pers tidak bersenjatakan senapan, tombak, parang, badik dan bom, atau peralatan yang dapat membahayakan keselamatan nyawa orang lain.

Kerja jurnalistik adalah kerja intelektual. Kerja olah pikir dalam merangkum fakta dan data. Pers juga bukan hakim yang memutuskan seseorang bersalah atau tidak. Sebab, kebenaran jurnalisme adalah kebenaran verifikasi.

Dalam menjalankan tugasnya itu, pers dilindungi Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Harus pula taat pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

Sungguh miris karena pers membawa pesan “langit” berupa suara kebenaran dan pedang keadilan, tidak semua pihak suka terhadap pers. Ada banyak yang alergi kalau pers itu berfungsi dengan baik. Masih ada yang menilai kalau pers itu bekerja secara benar dianggap sebagai “provokator”.

Mengapa? Karena ada pihak yang terganggu kepentingannya yang tidak lazim. Kebenaran itu seperti cahaya. Seperti sinar mata hari yang menerobos celah dinding di pagi hari. Suka atau tidak suka, mata hari tetap terbit.

Teranyar adalah apa yang dialami redaksi Babelterkini.com. Pertama ada pemberitaan media daring itu dinilai mengganggu kepentingan salah satu Cakada Pemilu Serentak 2024. Maka redaksi melalui surat resmi diminta berita yang sudah terpublish disunting bahkan mencabut atau menghapusnya.

Kedua, terkait berita lainnya, Pemimpin Redaksinya diteror, diancam dan dimaki maki lantaran diduga kuat erat kaitannya dengan pemberitaan tentang tambang ilegal di Keranggan-Tembelok, Mentok, Kabupaten Bangkan Barat. Rumah Pemred nya diancam akan diratakan. Ancaman ini tidak bisa dianggap sepele.

Diduga peneror itu adalah Bos timah yang punya andil atas beroperasinya tambang ilegal tersebut. Celakanya, meski ilegal, pihak terkait yang seharusnya berperan mencegahnya atau menyetop tambang ilegal itu, ditangkap publik terkesan acuh tak acuh. Kalau dulu gahar dengan menangkap belasan penambang yang diduga ilegal, kini sebaliknya.

Terhadap teror yang diterima Pemred Babelterkini.com, sudah dilaporkan secara resmi ke Polda Babel. Laporan ini harus ditindaklanjuti agar terungkap motif peneror dan siapa saja yang mungkin ada dibalik aksi teror itu.

Negara wajib menghormati dan melindungi hak kebebasan berpendapat dan berekspresi yang dimanifestasikan dalam kemerdekaan pers. Apalagi sebagai bagian dari warga dunia, Indonesia telah meratifikasi kovenan internasional tentang hak sipil dan politik. Ini berarti Indonesia telah mengakui hak setiap orang untuk berpendapat tanpa campur tangan, juga kebebasan mencari, menerima, dan memberikan informasi serta pemikiran.

Betul bahwa kemerdekaan pers sering kali berujung menyakitkan bagi kalangan penguasa yang alergi kritik dan pengusaha hitam.

Akan tetapi, sekeras apa pun kritik yang disampaikan, kekuatan otak tidak seharusnya dihadapi dengan kekuatan otot dan muka seram. Jika ada pihak yang merasa gerah, semestinya lawan kritikan dan pemikiran kritis itu dengan pemikiran yang tidak kalah tinggi, tanpa harus dengan suara yang meninggi pula. Pers tidak alergi kritik, tapi gunakan cara yang benar sesuai aturan yang berlaku.

Dalam konteks ini kita patut mengapresiasi langkah Polda Babel yang menerima dan memproses lebih lanjut laporan Pemred Babelterkini.com.

Langkah itu setidaknya bisa menepis anggapan publik tentang polisi tidak mendukung kemerdekaan pers. Pengusutan kasus teror ini adalah bukti polisi masih berpihak pada kerja jurnalistik yang benar.

Sejatinya memang tidak ada alasan pembenar bagi pelaku untuk melakukan tindakan bodoh itu. Masyarakat pun tidak ingin polisi dipandang sebagai bagian atau setidaknya membiarkan aksi pembungkaman terhadap prinsip kemerdekaan pers.

Demi kehidupan bernegara yang lebih demokratis dan beradab, publik menaruh harapan dan kepercayaan kepada polisi untuk menyelidiki kasus teror tersebut setuntas-tuntasnya, seterang-terangnya. (*)

error: Content is protected !!